Jumat, 09 Desember 2011

Mengembangkan butir tes Acuan Patokan


dalam pengukuran proses pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (learned-centered) adalah penilaian yang berpusat pada pebelajar (learner-centered assessment ). Definisi learner-centered assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai element inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis.
Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar.
Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu:

a. Entry behavior test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior.

b. Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest, desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan
menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.

c. Practice test
Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar (Uno, 2007: 28, tes tersebut tes sisipan). Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor pembelajaran.

d. Post-test
Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan.
Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai. 

Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu:
a. Berpusat pada Tujuan (Goal-Centered Criteria)
Soal tes dan penugasan harus sesuai dengan tujuan utama pembelajaran

b. Berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria)
Tes item dan penilaian tugas harus disesuaikan dengan kharakteristik dan kebutuhan siswa,.

c. Berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria)
Dalam membuat tes item dan penilaian tugas, desainer harus mempertimbangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau lingkungan kelas. Tes item dan tugas harus realistis atau relevan dengan seting kinerja.

d. Berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria)
Siswa akan merasa cemas selama assessment, penyusunan tes item dan penilaian tugas yang baik dapat menghilangkan rasa cemas siswa

5. Setting Penguasaan Kriteria
Terdapat beberapa saran yang dapat membantu anda dalam menentukan berapa banyak tes item pilihan yang diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban dengan benar anda dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, anda dapat memutuskan satu atau dua item untuk menentukan kemampuan siswa

Daftar Pustaka
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Kuantum Teaching, Jakarta
Rusman, Metode-metode Pembelajaran, rajawali pers, Jakarta.
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasinya, Persada Pers, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar